Pendahuluan
Integrasi AI ke dalam pendidikan semakin cepat, dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar berinvestasi besar-besaran pada alat pembelajaran yang didukung AI. OpenAI, Google, dan Anthropic baru-baru ini meluncurkan versi pembelajaran dan pembelajaran baru dari model mereka, yang dirancang untuk berfungsi sebagai tutor AI. Mashable menguji alat-alat ini untuk menilai efektivitasnya, dengan mempertimbangkan konteks yang lebih luas dari peran AI dalam pendidikan dan potensi kendalanya. Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai apakah alat-alat ini benar-benar membantu pembelajaran atau tidak memenuhi harapan.
Bangkitnya Tutor AI dan Tantangan Kontekstual
Pengenalan tutor AI mencerminkan tren yang berkembang menuju penggabungan teknologi ke dalam pendidikan, yang mencerminkan adopsi laptop dan perpustakaan. Namun, “masalah lima persen” menyoroti tantangan yang berulang dalam desain teknologi pendidikan: meskipun siswa yang bermotivasi tinggi dapat memperoleh manfaat, sebagian besar (sekitar 95%) mungkin tidak mengalami peningkatan yang berarti. Hal ini sebagian disebabkan oleh fokus pada keuntungan jangka pendek seperti nilai dibandingkan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu, banyak alat AI yang kurang personalisasi dan konteks, sehingga menghambat kemampuannya untuk memenuhi gaya belajar dan kurikulum individu.
Metodologi: Menguji Tutor AI
Untuk mengevaluasi alat-alat ini, Mashable menganalisis pertanyaan langsung dari New York Regents Exam, New York State Common Core Standards, ujian AP, dan kurikulum ilmu sosial dari program Learning for Justice di Southern Poverty Law Center. Daripada berfokus pada petunjuk STEM yang umum, tinjauan ini memasukkan pertanyaan-pertanyaan humaniora untuk menilai kemampuan alat-alat tersebut di bidang-bidang di mana AI menghadapi kritik. Tujuannya adalah untuk mensimulasikan pendekatan khas siswa: dimulai dengan permintaan bantuan pekerjaan rumah dan membiarkan percakapan mengalir secara alami hingga menjadi tidak membantu.
Wawasan Penting dari Para Ahli
Hamsa Bastani, seorang profesor di Wharton School di Universitas Pennsylvania, menekankan bahwa memahami perilaku siswa pada umumnya sangatlah penting. Dia mencatat bahwa chatbot AI generatif yang ada sering kali digunakan ulang dan bukan dirancang khusus untuk pembelajaran, sehingga menyebabkan kurangnya perlindungan terhadap pengungkapan jawaban. Dylan Arena, kepala ilmu data dan petugas AI di McGraw Hill, menggunakan analogi retrofitting motor modern ke mesin yang lebih tua, menyoroti tantangan dalam mengintegrasikan AI ke dalam kerangka pendidikan yang ada dan perlunya personalisasi yang lebih mendalam lebih dari sekadar meminta informasi pengguna.
Ulasan Tutor AI
- ChatGPT: Meskipun mahir dalam tes latihan dan memperjelas standar penilaian, ia sering kali memberikan jawaban secara langsung dan memprioritaskan latihan hafalan, sehingga membuat frustasi untuk pertanyaan yang rumit.
- Gemini: Unggul dalam pengajaran matematika dan menawarkan opsi seperti kartu flash dan kuis, tetapi cenderung menghasilkan penilaian yang tidak membantu dan menekankan latihan daripada pemahaman.
- Claude: Berfokus pada proses pembelajaran dibandingkan nilai sempurna, sehingga cocok untuk pelajar ilmu sosial yang ingin membangun keterampilan berpikir kritis, namun bisa terlalu Socrates dan menuntut.
Mari Bersikap Nyata: Keterbatasan dan Kekhawatiran
Meskipun pendekatannya berbeda-beda, ketiga tutor AI memiliki keterbatasan yang sama:
- Desain: Format chatbot, dengan jendela teks terbatas dan kurangnya elemen visual, tidak ideal untuk pembelajaran, terutama dalam hal memahami konsep yang kompleks.
- Personalisasi: Tutor AI tidak memiliki konteks tentang masing-masing siswa dan kurikulum mereka, sehingga menghambat kemampuan untuk benar-benar mempersonalisasi pelajaran.
- Kesadaran Sosial: Tutor AI sering kali kurang memiliki fleksibilitas dan kesadaran sosial dibandingkan guru manusia, sehingga menyebabkan siklus pengoptimalan yang tidak ada habisnya dan kesulitan mencapai jawaban yang pasti.
Pendekatan McGraw Hill: Alternatif yang Lebih Aman
McGraw Hill menawarkan pendekatan berbeda, mengintegrasikan alat AI langsung ke materi pendidikannya. Hal ini menghilangkan kebutuhan akan konteks yang diberikan siswa dan menawarkan lingkungan yang lebih terkendali. Selain itu, alat penilaian perusahaan, ALEKS, menyediakan cara yang lebih aman untuk membangun profil pembelajaran siswa secara pribadi dan memberikan umpan balik ke fitur AI.
Kesimpulan: Chatbots Tidak Dapat Menggantikan Guru Hebat
Meskipun tutor AI mungkin menawarkan beberapa manfaat, mereka tidak dapat menggantikan keahlian dan kemampuan beradaptasi seorang guru manusia. Pada akhirnya, chatbot generasi saat ini berjuang untuk memberikan pengalaman belajar yang benar-benar personal dan menarik. Diperlukan lebih banyak upaya untuk menciptakan alat AI yang mengatasi keterbatasan ini dan menyelaraskan dengan aspek sosial dan kontekstual dari pembelajaran yang efektif.


































































